Garda Media – Universitas Sumatera Utara (USU) menyikapi dengan hati-hati wacana pemberian izin bagi kampus untuk kelola tambang. Hal ini kini tengah dibahas dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba). Wacana kampus kelola tambang ini dianggap sebagai isu yang masih baru dan memerlukan pertimbangan matang. Hal ini disampaikan oleh Wakil Rektor I USU, Edy Ikhsan, melalui Dekan Fakultas Teknik USU, Fahmi, yang menekankan perlunya kehati-hatian dalam langkah tersebut.
Fahmi menjelaskan bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi adalah suatu hal yang baru dan tidak lazim. Oleh karena itu, jika pengelolaan tambang memang diberikan kepada kampus, harus ada penjelasan jelas mengenai nilai tambah yang akan diperoleh kampus dari kebijakan tersebut. Fahmi menekankan bahwa USU harus memastikan bahwa langkah ini tidak mengorbankan nilai-nilai utama pendidikan tinggi.
“Simak Juga: Anemia Bisa Sebabkan Gangguan Pendengaran”
Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sumatera Utara (USU) secara tegas menolak wacana revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) yang memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Ketua BEM USU, Muzammil Ihsan, mengungkapkan bahwa hal tersebut bertentangan dengan fungsi utama perguruan tinggi. Fungsi utama itu adalah sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Menurut Muzammil, memberi hak pengelolaan tambang kepada kampus dapat membuka peluang besar untuk eksploitasi sumber daya alam secara masif. Hal ini, katanya, dapat berdampak buruk bagi lingkungan, masyarakat, dan masa depan pendidikan Indonesia.
Muzammil mengingatkan bahwa sektor pertambangan adalah salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan di Indonesia. Aktivitas pertambangan sering menyebabkan deforestasi, pencemaran air, degradasi tanah, dan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa sektor ini juga rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
“Jika kampus diberikan hak untuk mengelola tambang, akan ada potensi besar konflik kepentingan antara akademisi, pemerintah, dan korporasi yang berkepentingan,” ujar Muzammil. Menurutnya, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dapat melemahkan independensi akademi. Ini dikarenakan kampus bisa terfokus pada keuntungan finansial yang dihasilkan dari bisnis tambang.
Muzammil menegaskan bahwa perguruan tinggi seharusnya menjadi lembaga yang netral dan berfungsi sebagai pengawas kebijakan publik. Ia khawatir, jika kampus terlibat dalam pengelolaan tambang, akan terjadi penyimpangan dari fungsi pendidikan dan penelitian yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat.
BEM USU pun menegaskan penolakan mereka terhadap rencana tersebut, karena mereka melihat bahwa gerakan mahasiswa yang lahir dari kampus harus menjadi bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat. “Jika perguruan tinggi ikut mengelola tambang, maka independensi kampus dalam mengkritisi kebijakan pemerintah akan terancam,” kata Muzammil menutup pernyataannya.
“Baca Juga: DeepSeek AI China, Ancaman Baru bagi Teknologi AS”