Akademisi FH USU Angkat Bicara Terkait RUU TNI
Garda Media – Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU) mengomentari polemik terkait dengan RUU TNI. Mereka menilai bahwa revisi undang-undang ini memiliki implikasi luas, tidak hanya terhadap institusi militer, tetapi juga terhadap keseimbangan antara ranah sipil dan militer dalam pemerintahan.
Dr. Eka NAM, S.H., M.Hum., menilai bahwa revisi Undang-Undang TNI merupakan hal yang wajar mengingat aturan ini telah berlaku sejak 2004. “Perubahan memang diperlukan agar sesuai dengan dinamika masyarakat. Namun, yang perlu dipertanyakan adalah apakah revisi ini benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat atau sekadar kepentingan pragmatis?” jelas Dr. Eka saat dihubungi Suara USU.
“Simak Juga: Tren Sewa iPhone Meningkat Jelang Lebaran”
Ia juga menyoroti kurangnya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembahasan RUU ini. Salah satu dampak signifikan adalah berkurangnya peluang aparatur sipil negara (ASN) dalam menduduki jabatan di kementerian dan lembaga, karena aturan baru membuka peluang bagi militer aktif untuk menempati posisi tersebut. “Proses pembahasannya sangat cepat dan cenderung tertutup,” tambahnya.
Tommy Sinulingga, S.H., M.H., menyoroti beberapa perubahan penting dalam revisi UU TNI yang dianggap berdampak besar bagi masyarakat sipil.
Selain substansi yang dipermasalahkan, proses pembahasan RUU TNI juga dianggap cacat prosedural. RUU ini tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, namun tiba-tiba dibahas dan disahkan dengan cepat.
“Jika sebuah UU tidak masuk Prolegnas, maka revisinya harus merujuk pada Tata Tertib DPR RI. Rapat perubahan harus diajukan minimal dua hari sebelum digelar, tetapi aturan ini tidak diikuti. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi percepatan revisi RUU TNI,” pungkas Tommy.
“Baca Juga: Ketombe Adalah Jamur di Kulit Kepala? Simak Penjelasan Ini”