Fenomena Pernikahan Dini Masih Marak Terjadi di Indonesia
Garda Media – Fenomena pernikahan dini kembali disorot setelah video pasangan anak di bawah umur menikah di Lombok Tengah viral di media sosial. Dalam video tersebut, mempelai perempuan berusia 14 tahun masih duduk di bangku SMP, sementara mempelai laki-laki berusia 17 tahun merupakan siswa SMK.
Peristiwa ini menuai kecaman karena jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas minimal usia menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. BKKBN bahkan menyarankan usia ideal menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki, demi kesehatan, kematangan mental, dan kesiapan ekonomi.
“Baca Juga: Drama Makin Memanas! Trump Tolak Temui Elon Musk”
Meski telah diatur secara hukum, praktik pernikahan anak masih marak terjadi. Data tahun 2023 mencatat angka pernikahan dini di Indonesia sebesar 6,92%. Laporan UNICEF bahkan menyebut ada 25,53 juta anak perempuan Indonesia menikah sebelum usia 18, menjadikan Indonesia peringkat keempat dunia dalam kasus perkawinan anak.
Pernikahan dini kerap terjadi atas persetujuan, bahkan dorongan dari orang tua. Banyak dari mereka meyakini bahwa menikahkan anak dapat mencegah perzinaan atau merupakan bagian dari adat. Padahal, masa remaja adalah fase penting dalam pencarian jati diri dan pendewasaan emosional. Melepaskan tanggung jawab orang tua dengan menikahkan anak justru berisiko memperburuk kondisi mereka.
Pernikahan dini berisiko tinggi memicu kegagalan pendidikan, kehamilan berisiko, kekerasan dalam rumah tangga, dan perceraian. UNICEF menyebut komplikasi kehamilan dan persalinan sebagai penyebab kematian kedua tertinggi pada anak perempuan di bawah 19 tahun. Selain itu, anak dari ibu muda sering mengalami kekurangan gizi dan risiko stunting karena ketidaksiapan ekonomi.
Mengatasi pernikahan dini bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga perubahan cara pandang masyarakat. Perlu kerja sama antara pemerintah, orang tua, tokoh agama, dan media untuk membentuk ekosistem yang menjunjung perlindungan anak. Evaluasi ketat terhadap pemberian dispensasi nikah oleh KUA juga harus menjadi prioritas.
Pernikahan dini bukan solusi, tapi bentuk pengabaian masa depan anak. Sudah saatnya kita hentikan siklus ini bersama.
“Simak Juga: Kasus Langka, Jantung Wanita Ini Hitam Akibat Penyakit Genetik”