Guru Besar USU: Gubsu Bersikap Bijak Terkait Tanah Eks PTPN2
Garda Media – Guru Besar USU Prof. Dr. OK Saidin menilai pernyataan Gubernur Sumut soal penyelesaian tanah eks HGU PTPN2 sebagai langkah bijak. Gubernur menyarankan agar tanah diserahkan kepada yang berhak dengan kompensasi ringan.
Menurut Guru Besar USU Prof. Saidin, akar persoalan lambatnya penyelesaian tanah eks HGU seluas 5.873 hektare terletak pada tingginya nilai kompensasi yang harus dibayarkan kepada perusahaan perkebunan negara, yang kini menjadi PTPN 1 Regional 1. Padahal, sudah lebih dari 23 tahun berlalu sejak diterbitkannya SK BPN No.42-44/HGU/BPN/2002 dan SK lanjutan pada tahun 2004.
“Simak Juga: Saksi Kunci Kasus Kim Sae Ron Ditusuk 9 Kali, FBI Turun Tangan”
Dalam keputusan Tim B Plus, alokasi tanah sudah diatur secara rinci:
Sisa 2.641,47 Ha telah dikeluarkan dari HGU dan diperuntukkan untuk kepentingan Tata Ruang dan Wilayah Kota/Kabupaten.
Karena mahalnya kompensasi, banyak penerima hak yang tidak sanggup membayar, sehingga membuka ruang bagi para pemodal dan mafia tanah. Banyak kasus “pinjam nama”, di mana pemilik sah justru menjual haknya karena tak mampu menanggung biaya. Fenomena ini menumbuhkan pola kapitalisme baru di atas lahan eks HGU.
Surat-surat ilegal bermunculan, mulai dari surat garap palsu hingga manipulasi dokumen seperti Grant Sultan. Tanah eks HGU yang seharusnya ditujukan bagi masyarakat, kini jadi objek konflik hingga ke pengadilan, seperti kasus tanah Helvetia.
Prof. Saidin menekankan pentingnya penyesuaian nilai kompensasi. Untuk tanah di kawasan tata ruang kota (2.641,47 Ha), pembayaran bisa mengikuti appraisal resmi. Sementara untuk 3.031,59 Ha yang diperuntukkan bagi penggarap, pensiunan, dan lembaga sosial termasuk Masyarakat Adat Melayu, kompensasinya harus ditinjau ulang.
“Masyarakat Adat Melayu sebagai pemilik hak asal mestinya dibebaskan dari kewajiban membayar kompensasi,” tegas Prof. Saidin, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Ia menegaskan bahwa 450 Ha tanah untuk Masyarakat Melayu berasal dari konsesi Kesultanan Melayu, dan permintaan pembayaran sebesar Rp450 miliar sangat tidak wajar.
Prof. Saidin menyatakan, pihaknya akan terus mendukung Gubernur dan PTPN, asalkan kebijakan menyentuh keadilan sosial dan nilai historis tanah tersebut. Ia menyerukan agar perusahaan memiliki kesadaran sejarah dan kepekaan sosial dalam menentukan kebijakan terkait kompensasi lahan eks HGU.
“Simak Juga: Terlalu Banyak Duduk Ternyata Berbahaya bagi Kesehatan”